Dinamikabengkulu.com | Bengkulu-Muhammadiyah telah datang dari sejarah yang panjang dengan kultur akademis yang kental.
Atmosfer intelektualisme yang moderat membersamai Muhammadiyah sejak didirikan oleh pertama kali di sebuah kampung bernama Kauman yang berada di Yogyakarta pada 18 November 1912 atau 8 Dzulhijjah 1330 H oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan
Muhammadiyah resmi menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah atau 1 Syawal jatuh pada Senin, 2 Mei 2022.
Keputusan tersebut disampaikan PP Muhammadiyah dalam maklumatnya tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah 1443 Hijriah, berdasarkan hasil hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
“Umur bulan Ramadhan 1443 H 30 hari dan tanggal 1 Syawal 1443 H jatuh pada hari Senin Pon, 2 Mei 2022 M,” demikian isi maklumat itu, pada Jumat, 22 April 2022.
Maklumat tersebut telah ditandatangani oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris Agung Danarto di Yogyakarta 3 Februari 2022.
Tidak ada yang meragukan bahwa Rasulullah SAW menggunakan rukyat dalam penentuan awal bulan kamariah.
Bahkan pandangan para ulama mazhab telah sepakat menyatakan bahwa salah satu syarat masuknya bulan Ramadan adalah melihat hilal. Lantas mengapa Muhammadiyah malah menggunakan hisab?
Dinukil dari laman Muhammadiyah.or.id pada Selasa, 26 April 2022, anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Rahmadi Wibowo dalam acara Sosialisasi Ketarjihan pada Sabtu 23 April 2022, menyampaikan sembilan alasan mengapa persyarikatan Muhammadiyah yakin menggunakan hisab dalam penentuan awal bulan kamariah.
Berikut sembilan alasan Muhamamdiyah.
1. Semangat Al Quran adalah penggunaan hisab
Dalam al-Quran terdapat dua ayat yang mengandung isyarat yang jelas kepada hisab, QS. Ar-Rahman ayat 5. Ayat ini tidak sekadar memberi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak matahari dan bulan.
Sedangkan dalam QS. Yunus ayat 5 menyebutkan bahwa menghitung gerak matahari dan bulan sangat berguna untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.
2. Hadis-hadis yang memerintahkan rukyat adalah perintah berillat
Menurut Rasyid Ridha dan Musthafa az-Zarqa, perintah rukyat dalam beberapa hadis Rasulullah SAW merupakan perintah yang mengandung illat atau memiliki alasan hukum, yaitu kondisi umat pada saat itu masih belum mengenal tulis baca dan hisab (ummi), apalagi pada waktu itu Islam baru berkembang di daratan jazirah Arab, sehingga untuk memudahkan Rasulullah SAW memerintahkan sarana yang tersedia saat itu, yaitu rukyat.
Dalam keadaan umat Islam yang telah tersebar luas, rukyat tidak dapat mencakup seluruh permukaan bumi saat visibilitas pertama.
3. Rukyat bukan ibadah, melainkan sarana
Metode rukyat bukan bagian dari ibadah mahdlah, melainkan alat untuk menentukan waktu.
Penggunaan rukyat tidak memungkinkan kita meramalkan tanggal jauh hari ke depan karena kepastian tanggal baru diketahui sehari sebelum bulan baru pada setiap bulan. Sebagai alat, rukyat dapat diubah dengan model penghitungan secara eksak demi tercapainya suatu tujuan.
Lagi pula, dalam hadis Nabi Saw tentang penentuan awal bulan, yang menjadi ibadah mahdlah adalah puasa, bukan rukyat.
4. Rukyat tidak bisa digunakan untuk membuat kalender unifikatif
Pembuatan kalender mau tidak mau harus menggunakan perhitungan astronomis, karena sangat mustahil manajemen waktu terbuat dari aktivitas mengamati hilal.
Akan sangat merepotkan bila pembuatan kalender menggunakan rukyat, karena kaverannya sangat bersifat terbatas pada letak geografis tertentu pada hari pertama visibilitas hilal. Hal ini akan berakibat pada berbedanya tanggal hijriyah di berbagai tempat.
5. Rukyat tidak dapat meramalkan tanggal jauh hari kedepan
Penggunaan rukyat tidak dapat menyatukan hari-hari raya Islam di seluruh dunia, serta tidak dapat menata sistem waktu secara prediktif ke masa depan maupun ke masa lalu. Kenyataan ini membawa akibat serius seperti selama 1500 tahun, Islam belum memiliki kalender Islam terpadu dan komprehensif yang dijadikan sebagai acuan bersama.
6. Rukyat tidak bisa menyatukan awal bulan Islam secara global
Metode rukyat tidak dapat menyatukan seluruh dunia dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia.
Misalnya, sebagian bumi sebelah barat telah bisa melihat hilal sehingga akan memulai bulan kamariah baru keesokan harinya, sementara muka bumi sebelah timur pada hari yang sama tidak dapat melihat hilal sehingga memulai bulan kamariah baru lusa.
Akibatnya tanggal hijriah jatuh berbeda. Sederhananya, hilal yang terlihat di Indonesia berlaku bagi kawasan Indonesia dan tidak berlaku pada kawasan Afrika. Jika seperti ini, masing-masing kawasan akan memiliki kalender yang berbeda-beda.
7. Jangkauan rukyat terbatas
Dalam kenyataan riil, rukyat tidak bisa meliputi seluruh kawasan dunia. Apalagi rukyat saat visibilitas pertama hanya meliputi sebagian muka bumi.
Pada saat di suatu bagian dunia sudah terlihat hilal, daerah lain belum mengalaminya, bahkan di tempat itu bulan masih di bawah ufuk.
Hilal tidak dapat terukyat di seluruh muka bumi pada sore hari yang sama, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan memulai awal bulan kamariah baru. Kalau itu terjadi dengan Zulhijah, maka terjadi persoalan kapan melaksanakan puasa Arafah.
8. Rukyat menimbulkan masalah dalam pelaksaan puasa Arafah
Penggunaan rukyat mengakibatkan tidak dapat menjatuhkan hari Arafah serentak di seluruh dunia sehingga menimbulkan masalah pelaksanaan ibadah puasa Arafah. Hal itu akan berdampak kepada kawasan-kawasan yang jauh dari Mekah seperti Indonesia tidak serentaknya jatuh hari Arafah.
9. Faktor Alam seperti Cuaca
Hadis Ibn ‘Umar riwayat al-Bukhari dan Muslim di muka yang menyatakan bahwa, “Jika hilal di atasmu terhalang awan, maka estimasikanlah,” memberi tempat bagi penggunaan hisab di kala bulan tertutup awan.
Artinya hisab digunakan pada saat ada kemusykilan melakukan rukyat karena faktor alam, bulan tertutup awan.***