Dinamikabengkulu.com_Pandemi Covid-19 yang melanda tidak hanya Indonesia, bahkan seluruh dunia, menyisakan banyak kepedihan.
Selain korban akibat virus corona ini, tetapi juga pendapatan yang bak ‘terjun bebas’ karena banyaknya usaha yang tutup, mengakibatkan hilangnya pendapatan keluarga.
Kejenuhan dan kehilangan pendapatan itulah yang membuat sejumlah orang di Indonesia ‘mengadu nasib’ lewat ‘racun penuh candu’.
Dengan hanya modal telepon pintar dan uang puluhan ribu rupiah banyak orang Indonesia yang menjajal peruntungan lewat judi online.
Tetapi mereka tak berpikir panjang, pada kenyataannya mereka menjadi kecanduan dan berpotensi melakukan tindakan kriminal.
Bayangkan saja, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa sejak 2018 hingga 10 Mei 2022 saja pihaknya telah memutus akses sebanyak 499.645 konten perjudian di berbagai platform digital.
Sayangnya, tidak mudah memberantas judi online di Indonesia lantaran situs atau aplikasi judi online itu terus bermunculan dengan nama yang berbeda, meski aksesnya telah diputus.
Beberapa orang yang menceritakan kisahnya, pada mulanya hanya ‘memasang’ taruhan tidak banyak pada permainan judi yang mudah, seperti memutar spin mesin lalu akan menang bila keluar gambar yang sama dalam sederet.
Setelah ‘dimenangkan’ satu kali dan mendapat nilai rupiah yang besar, itu membuatnya kecanduan, ingin ikut, ikut, dan ikut lagi, hingga akhirnya dia harus menggadaikan mobilnya untuk mendapatkan modal mengikuti judi online.
Bahkan ada yang mempersentasekan keikutsertaannya dalam judi online, 70% kalah, dan 30% menang.
Tidak hanya menguras uang tabungan yang sudah dikumpulkan dari kerja keras bertahun-tahun, kecanduan judi online juga bisa berujung pada perbuatan kriminal.
Contohnya saja, seorang petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) Kelurahan Mangga Dua Selatan, Jakarta, membuat laporan palsu menjadi korban begal ke polisi karena takut dimarahi istrinya lantaran uang THR sebesar Rp4,4 juta dipakai untuk judi online.
Nah, ‘racun penuh candu’ ini juga membuat seorang pria yang tinggal di negara yang jujur ini harus berurusan dengan kriminal.
Seorang pria berusia 24 tahun, yang salah sasaran, telah kehilangan uang melalui judi online, sementara uang yang dipakainya itu bukan uangnya sendiri.
Pria itu menerima 46,3 juta yen ($357.400 atau sekitar Rp5,2 milyar) di rekening banknya, yang adalah uang dari dana bantuan Covid yang seharusnya dibagikan kepada 463 orang.
Pada mulanya dia mengatakan akan bekerja sama dengan pejabat, tetapi sejak itu dia menghilang.
Kota selatan Abu di Prefektur Yamaguchi Jepang menggugat pria itu untuk mempertanggungjawabkan tindakan kriminalnya.
Kesalahan itu terjadi ketika 463 rumah tangga berpenghasilan rendah seharusnya menerima 100.000 yen ($770 atau sekitar Rp11,26 juta) masing-masing sebagai bagian dari skema pemerintah untuk meringankan tekanan keuangan karena pandemi.
Namun, pada 8 April, semua dana, yang berjumlah Rp5,2 milyar itu, secara tidak sengaja disetorkan ke rekening bank pribadi pria itu.
Investigasi sejak itu menemukan bahwa dia menarik dana 600.000 yen setiap hari selama sekitar dua minggu,
Ketika pihak berwenang akhirnya menghubungi pria itu, dia mengatakan tidak punya uang lagi.
“Uangnya sudah saya pindahkan. Tidak bisa dikembalikan,” katanya seperti dikutip media setempat.
“Itu tidak bisa dibatalkan lagi. Saya tidak akan lari. Saya akan membayar kejahatan saya.”
Tetapi, sekarang dia telah menghilang.
Kepada media, pengacara pria itu mengatakan bahwa kliennya telah bekerja sama dengan pihak berwenang dan setuju untuk diwawancarai oleh polisi prefektur.
Namun sejak gugatan diajukan terhadapnya pada 12 Mei, pejabat berwenang belum bisa menghubunginya.
Rupanya pria itu dengan menggunakan ponsel pintarnya telah mempertaruhkan semua uang melalui judi online, melalui situs kasino online, jelas pengacaranya.
“Saat ini saya tidak punya uang dan saya tidak punya apa-apa dengan nilai properti di tangan. Sebenarnya sulit untuk mengembalikannya,” kata pengacara itu mengutipnya, menurut The Asahi Shimbun.
Pemerintah Kota Abu menuntut pria itu sebesar 51 juta yen, termasuk biaya hukum.
Sementara Walikota Norihiko Hanada mengatakan kepada warga bahwa dia ‘sangat menyesal’ atas kesalahan tersebut dan bahwa kantornya ‘akan melakukan yang terbaik untuk mengambil kembali sejumlah besar uang publik’.
Sementara, gelombang pembayaran 100.000 yen lainnya untuk membantu ekonomi terdampak pandemi Covid-19, telah dikeluarkan untuk rumah tangga yang memenuhi syarat