Dinamikabengkulu.com | Jakarta_Ketua Dewan Pimpinan Pusat Forum Honorer Indonesia (FHI) Hasbi mengungkapkan menjelang tahun politik, status tenaga non-aparatur sipil negara (non-ASN) menjadi isu yang menjual. Partai politik memanfaatkan honorer untuk mendapatkan suara.
Itu sebabnya dia mengimbau para tenaga non-ASN untuk jeli melihat parpol mana yang betul-betul berpihak kepada honorer.
Dia membandingkan di zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sejuta honorer diangkat menjadi PNS.
Berbeda dengan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Menurut Hasbi, periode pertama Jokowi, malah diberlakukan moratorium CPNS.
Rekrutmen CPNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), baru dilakukan di tahun 2018/2019. Artinya, menjelang pemilu 2019.
Periode kedua, pemerintah baru melakukan rekrutmen CPNS dan PPPK 2021. Pemerintah membuka formasi dengan angka fantastis 1,2 juta PPPK dan CPNS.
Faktanya, kata Hasbi, PPPK 2021 yang direkrut hanya 297 ribuan, sedangkan CPNS sekitar 100 ribuan.
Itu pun masih ada guru PPPK 2021 yang belum diangkat resmi alias masih berstatus honorer.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Forum Honorer Indonesia (FHI) Hasbi.
“Saya yakin semua honorer akan membandingkan di era mana yang lebih baik,” kata Hasbi , Senin (19/9).
Atas kondisi tersebut, FHI mengajukan dua tuntutan utama kepada pemerintah, yaitu:
1. Peningkatan status dan kesejahteraan tenaga honorer. Khususnya guru honorer, tenaga medis, penyuluh pertanian, dan semua kategori tenaga honorer yang sampai saat ini masih bekerja di seluruh instansi pemerintah daerah maupun pusat.
2. Meminta dan mendesak pemerintah pusat untuk mengunci data tenaga honorer dan mengambil sikap tegas terhadap pemerintah daerah yang masih terus melakukan rekrutmen tenaga honorer setiap terjadi pergantian kepala daerah, kepala dinas, dan lainnya.
Hasbi mengatakan hal itulah yang menyebabkan membengkaknya jumlah tenaga honorer dari tahun ke tahun.
Pada 2016, FHI pernah menyampaikan rekomendasi meminta pemerintah untuk mengunci data tenaga honorer, sehingga tidak terjadi pembengkakan jumlah tenaga honorer secara nasional.
“Kami saat itu juga meminta pemerintah menyelesaikan dahulu tenaga honorer yang ada saat ini. Setelah itu, dilakukan rekrutmen honorer baru berbasis kompetensi disesuaikan dengan formasi serta kebutuhan daerah,” pungkas Hasbi.[Darlin]